+6281 33974 2112 Mon-Sat: 11AM - 23PM

Selamat Datang Wikipelebon

Hadir menyajikan informasi Rangkaian Ngaben di Bali

Wikipelebon

sebuah situs website yang tujuannya adalah untuk membantu masyarakat di Indonesia untuk memahami lebih jauh tentang upacara Ngaben yang ada di Provinsi Bali. Situs ini menyediakan informasi yang komprehensif mulai dari :

  • Makna dan Tujuan Upacara Ngaben
  • Rangkaian Kegiatan Ngaben berdasarkan Kepercayaan
  • Perbedaan tradisi upacara Ngaben di setiap Kabupaten
  • Menyajikan rekomendasi penanggalan baik untuk upacara Ngaben
  • Menyajikan krematorium untuk upacara Ngaben

Mengapa Kami

Manfaat Wikipelebon

Biarkan wikipelebon menjadi media untuk mengedukasi upacara Ngaben di era digitalisasi
01

Informasi Lengkap

Memberikan informasi lengkap tentang Upacara Ngaben, meliputi asal usulnya, kegiatan selama upacara, serta perbedaan tradisi dan adat istiadat di setiap daerah di Bali

02

User Friendly

Informasi di Wikipelebon disajikan secara jelas dan ringkas sehingga mudah dipahami oleh siapapun. Hal ini sangat berguna bagi mereka yang belum mengenal budaya dan tradisi Bali

03

Sumber Terpercaya

Wikipelebon merupakan sumber informasi terpercaya tentang upacara Ngaben di Bali. Didedikasikan untuk menyediakan informasi yang akurat dan terkini, dan diperbarui secara berkala

Ngaben

Sejarah Upacara Ngaben

Ngaben, juga dikenal sebagai Pitra Yadyna, Pelebon, atau upacara kremasi, adalah ritual pemakaman Hindu di Bali, Indonesia. Hal ini dilakukan untuk melepaskan jiwa orang yang telah meninggal sehingga dapat memasuki alam atas, di mana ia dapat menunggu untuk dilahirkan kembali atau terbebas dari siklus kelahiran kembali. Upacara ini merupakan acara budaya penting di Bali, dan dirayakan dengan meriah oleh masyarakat Bali sebagai penyelesaian tugas mereka, dengan keyakinan bahwa air mata kesedihan dapat menghalangi roh untuk mencapai kehidupan selanjutnya. Ritual tersebut melibatkan seekor lembu kayu yang memegang jenazah dan akhirnya dibakar, dan setelah menyelesaikan ritual, lembu kayu tersebut dibakar, mengirim orang yang meninggal ke kehidupan "berikutnya" mereka. Prosesi Ngaben seringkali penuh warna dan riuh, dan hari upacara kremasi dipilih oleh seorang pendeta sesuai dengan kalender Bali. . Ngaben adalah elemen penting dalam siklus hidup masyarakat Bali, dan sering kali merupakan acara kelompok, dengan kremasi massal yang lebih besar membantu anggotanya berbagi biaya dan memastikan bahwa semua orang yang meninggal dalam satu komunitas dapat menjalani ritual yang tepat

Penjelasan Ngaben

Terdapat beberapa pendapat mengenai arti kata Ngaben. Ada yang mengatakan bahwa Ngaben berasal dari kata beya yang artinya bekal. Lalu, ada yang meyakini bahwa kata ngaben berasal dari kata ngabu atau menjadi abu. Selain itu, ada yang mengatakan bahwa ngaben artinya penyucian dengan menggunakan api. Upacara Ngaben merupakan upacara yang dilakukan untuk mengembalikan roh leluhur ke asalnya atau pengembalian unsur Panca Maha Bhuta kepada Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Dalam ajaran agama Hindu, jasad manusia terdiri dari badan halus (roh atau atma) dan badan kasar (fisik). Jika seseorang meninggal, yang mati hanya badan kasarnya, sedangkan rohnya tidak sehingga untuk memisahkan roh dengan badan kasarnya dan menyucikan roh tersebut perlu dilakukan upacara Ngaben. Bagi masyarakat Bali, Ngaben merupakan peristiwa yang sangat penting karena dengan upacara ini keluarga yang ditinggalkan dapat membebaskan roh orang yang telah meninggal dari ikatan-ikatan duniawi menuju surga dan menunggu reinkarnasi.

Tujuan Ngaben

Tujuan upacara ngaben adalah menyucikan roh umat Hindu yang sudah meninggal dunia dan mempercepat kembalinya jasad ke alam asalnya. Dalam kitab suci Veda Samhita atau isi dari Yajurveda, tersurat bahwa setiap orang Hindu yang meninggal dunia wajib dijadikan lagi sebagai abu agar atma bisa mencapai moksa/surga. Upacara Ngaben juga bertujuan untuk mengembalikan unsur-unsur pembentuk badan kasar manusia yang disebut Panca Maha Bhuta ke asalnya. Selain itu, upacara Ngaben merupakan bentuk rasa ikhlas dari keluarga yang ditinggalkan oleh seseorang.

Tingkatan Upacara Ngaben

Nista, Madya, Utama

Ngaben Nista/Alit

Banten: kecil/sederhana, tidak menggunakan bebangkit
Pemuput karya: pemangku atau siwa (brahmana yang belum di-dwijati)
Lama pelaksanaan: maksimal dua minggu sejak kematian
Uparengga: lelangen, joli, atau penegenan sawa.

Ngaben Madya

Banten: menengah, menggunakan maksimal tiga bebangkit
Pemuput karya: peranda
Lama pelaksanaan: maksimal tiga minggu sejak kematian
Uparengga: pamereman berupa wadah atau padma, dan sejenisnya.

Ngaben Utama/Ageng

Banten: besar, menggunakan bebangkit lebih dari tiga soroh
Pemuput karya: peranda
Lama pelaksanaan: maksimal satu tahun sejak kematian
Uparengga: - pamereman berupa wadah, padma, atau bade dan sejenisnya- menggunakan lembu, ogoh-ogoh, dan sejenisnya.

Pengiriman

Setelah jenazah jadi abu, keluarga mendoakan sang almarhum dengan ritual khusus. Tulang-tulang sisa disimpan dalam periuk tanah liat setelah diberi pakaian dan persembahan. Kemudian, tulang-tulang itu dikubur setelah penyiraman air suci. Proses selesai setelah keluarga melakukan upacara persembahan. Di Panyuwungan, tidak ada ritual khusus seperti menganyud tulang ke pantai atau penyembahan tertentu setelahnya.

Ngaskara

Omnis blanditiis saepe eos autem qui sunt debitis porro quia.

Selama perjalanan dari lokasi upacara ke Setra tidak menggunakan Bade. Melainkan hanya menggunakan sok sebagai wadah. Bahkan, prosesinya tidak ada yang dibakar. Semua upacara kematian di Sidatapa tanpa adanya kremasi atau pembakaran.

Kepercayaan

Adat istiadat Masyarakat dalam Upacara Ngaben

Bali Aga (Pasek Bali)

Masyarakat Bali Asli

Bali Aga pada umumnya yang kita kenal selama ini adalah Bali dengan kebudayaan yang masih asli, yaitu sebelum datangnya pengaruh Hindu Majapahit. Karakteristik kebudayaan Bali Aga secara garis bedar yaitu :

  • 1. Yang menjadi hal menarik dari masyarakat Bali Age adalah upacara Ngaben tidak dibakar melainkan menggunakan tradisi yang disebut "Bea Tanem"
  • 2. Upacara sering kali diadakan dengan cara yang mempertahankan elemen-elemen kuno dan tradisional, mencerminkan warisan leluhur.
  • 3. Masyarakat Bali Aga tidak mengakui adanya kasta tidak menggunakan mantra dalam persembahyangan

Bali Majapahit

Masyarakat Bali Umum

Masyarakat Bali Majapahit adalah kelompok masyarakat yang datang belakangan ke Bali, pada umumnya mendiami daerah-daerah dataran (perkotaan), dan lebih banyak terkena pengaruh Majapahit

  • 1. Sistem kasta sampai batas tertentu masih mempengaruhi interaksi sosial masyarakat Bali, meskipun faktanya sistem kasta semakin berkurang relevansinya dalam budaya Bali modern.
  • 2. Pengaruh masa Bali majapahit sangat memiliki pengaruh yang besar dalam prosesi upacara ngaben saat ini. Pemahaman terkait ngaben juga Sebagian besar masyarakat sudah mengetahuinya dengan tujuan utama adalah melakukan pembakaran jenazah. Selain merupakan sebuah kearifan local. Ngaben juga sampai saat ini masih sebagai daya Tarik pariwisata baik secara domestic dan mancanegara

Rangkaian Upacara Ngaben

Mayarakat Bali Aga

Ngaskara

Upacara Ngaben dimulai dengan Ngaskara, yang mengubah status atma dari preta menjadi pitra. Di Panyuwungan, Ngaskara dilakukan di Pura Panti sesuai petunjuk dari Prasasti. Ada serangkaian langkah seperti penglukatan untuk pitra yang memiliki kecacatan fisik, persembahan ayam dan bebek, serta pemujaan pada tempat suci, diikuti dengan persembahyangan.

Ngupadesa

Di rumah duka, Upacara Ngupadesa menggunakan kajang ceraken dan air suci dari Pura PantiPanyuwungan. Mereka meletakkan ceraken di bawah sawah, menyiramnya dengan air suci, lalu memberikan persembahan. Ini adalah persiapan spiritual bagi almarhum untuk perjalanan setelah kehidupan, di mana dia harus tenang hingga fajar.

Pembakaran/Pengutangan

Di Panyuwungan, ngaben memiliki langkah khusus. Setelah ritual melaspas, jenazah disiapkan di rumah duka. Mereka membawa air suci dan api ke bade sambil ditemani musik dan keluarga. Saat tiba di Desa Abianbase, jenazah disemprot air suci dan kemudian dibakar. Bantenpengiriman dari Pura Panti juga diarak ke sana untuk ritual puja.

Pengiriman

Setelah jenazah jadi abu, keluarga mendoakan sang almarhum dengan ritual khusus. Tulang-tulang sisa disimpan dalam periuk tanah liat setelah diberi pakaian dan persembahan. Kemudian, tulang-tulang itu dikubur setelah penyiraman air suci. Proses selesai setelah keluarga melakukan upacara persembahan. Di Panyuwungan, tidak ada ritual khusus seperti menganyud tulang ke pantai atau penyembahan tertentu setelahnya.

Rangkaian Upacara Ngaben

Mayarakat Bali Majapahit

Ngulapin

Ngulapin merupakan langkah awal dalam tata cara Upacara Ngaben, di mana seseorang memanggil Sang Atma atau roh dari jenazah yang sudah meninggal. Ngulapin bisa dilakukan di berbagai macam lokasi sesuai dengan kebutuhan, dan memiliki prosedur berbeda sesuai dengan tradisi dan kepercayaan keluarga.

Upacara Ngulapin lebih sering dilakukan ketika ada seseorang yang mengalami musibah atau kecelakaan. Dalam mengikuti tradisi Ngulapin saat Ngaben, masyarakat mempersiapkan benda-benda dan lokasi yang akan digunakan oleh roh-roh yang telah meninggalkan, dengan memahami konsep spiritual dan memahami ajaran bagi keluarga dan masyarakat

Nyiramin (Ngemandusin)

Selanjutnya, jenazah akan dimandikan disertai dengan berbagai simbolisme seperti bunga melati di rongga hidung, pecahan kaca di atas alis dan sebagainya. Proses ini dinamakan sebagai nyiramin atau ngemandusin dan bertujuan agar reinkarnasi dari jenazah bisa lahir dengan kondisi tubuh baik tanpa adanya kecacatan. Dilanjutkan dengan diberkan tirta pebersihan, penglukatan, sanggah kemulan dan pura Dalem. Setelah itu digulung dengan kain putih,tikar klasa, dan diikat dengan tali rotan dengna kuat. Diatasnya ditaruh daun telujungan kain putih secukupnya dan leluhur untuk tatindih.

Setelah jenazah dipindahkan ke balai, diletakkan ke atas "Tumpang Salu" diikat dengan tali ketekung. Sajen upakatra yang terletak di sebelah jenazah :

1. tatukon

2. pangrekaan

3. suci

4. ganjaran 2 dan sangsangan 2

Ngajum Kajang

Ngajum (Memuji) dalam kaitan ngaben adalah menghias atma orang yang akan diaben, Panjang kajang 1,5 hingga 2 meter, ditulis dengan aksara bali (mudre). Aksara kajang terdiri dari sodasaksama yaitu gabungan ongkara, dwiaksara, triaksana, dan dasaaksara.

Sedangkan kajang adalah menyelimuti orang yang meninggal, oleh karena itu aksara mudre dalam kajang memiliki kaitan erat dengan tattwatatw agama, khususnya ajaran kednyatmikan seperti tutur kelepasan dan ajaran.

Keluarga dan kerabat dari orang yang meninggal ini nantinya akan menekan kertas atau kajang ini sebanyak 3 kali, menunjukan bahwa mereka siap melepas kepergian jenazah. Ngajum kajang dikakukan ketika sehari sebelum pembakaran mayat

Ngaskara

Ngaskara memiliki arti sebagai “penyucian roh”. Maksudnya, roh dari orang yang sudah meninggal ini akan disucikan sesuai dengan kepercayaan dari masing-masing penyelenggara Upacara Ngaben. Ngaskara dilakukan agar nantinya roh atau Atma bisa kembali kepada Yang Maha Esa dan suatu saat bisa dipertemukan lagi dengan keluarga dan kerabatnya.

Pada tahap Ngaskara ini, setelah sajen upakara dipersiapkan dan ditempatkan dengan rapi, sang yajamana memberikan izin kepada Pendeta untuk memulai upacara pemujaan. Setelah pemujaan selesai, keluarga menyembah pertama kepada Siwa Adhitya, kedua kepada Dewa Prajapati, dan ketiga kepada jenazah (Sang Hyang Atma). Setelah upacara samskara selesai, mereka bersiap untuk berangkat ke Tunon.

Mameras

Prosedur mameras hanya akan dilaksanakan jika orang yang meninggal sudah memiliki cucu. Mameras sendiri berasal dari kata “peras” yang dalam kepercayaan sana dapat diartikan sebagai “sukses”, “berhasil”, atau “selesai”. Cucu dari orang yang meninggal diharapkan bisa menuntun orang ini ke jalan yang benar.

Papegatan

Papegatan memiliki kata dasar pegat, yang artinya “putus”. Dalam prosedur papegatan, tandanya keluarga dan kerabat sudah mengikhlaskan kepergian dari orang yang meninggal ini. Papegatan biasanya disertai dengan sarana sesaji sebagai katalisnya, dan bertujuan agar keluarga dan kerabat tidak menghalangi roh untuk kembali ke Yang Maha Esa karena ketidak ikhlasan mereka dalam melepas jenazah.

Pelaksanaan upacara papegatan dilakukan dengan menyusun sebuah sesaji atau banten di atas sebuah lesung. Kemudian akan diletakkan 2 cabang pohon dadap dan diantara kedua cabang pohon dadap tersebut akan dibentangkan tali putih. Pihak keluarga maupun kerabat nantinya akan menerobos tali tersebut sampai putus.

Pakiriman Ngutang

Setelah Papegatan, proses selanjutnya bernama Pakiriman Ngutang, yaitu pengiriman jenazah ke makam. Prosedur ini akan dilakukan dengan cukup meriah, di mana jenazah akan dibawa di dalam keranda dan diiringi musik gamelan khas Bali. Keranda juga akan diputar-putar sebanyak 3 kali di sejumlah lokasi sebagai simbol perpisahan. Lokasi pemutaran di pertigaan atau perempatan desa (bermakna sebagai perpisahan dengan lingkungan masyarakat), di depan rumah (bermakna sebagai perpisahan dengan keluarga), dan juga di depan kuburan (bermakna sebagai perpisahan dengan dunia).

Ngeseng

Setelah sampai di Kuburan, anak dan cucunya yang wanita sebelum jenazah diletakkan di petulangan wajib memberishkan patulangan itu dengan ujung rambut, tana bakti kepada Kawitan. Sesudahnya, jenazah itu lalu dinaikkan dengan berhati hati dan hidmat di pembasmian. Dilanjutkan dengan membuka bungkus jenazah (tertinggal pakaian Putih). Monmon yang ada pada mulut dikeluarkan (diambil). Jenazah diberikan beberapa tirta dan jenazah ditutup dengan kajang, gagutuk, panehes, ponjen dan angenan.

Setelah seluruh prosedur di atas dilakukan, tiba saatnya bagi anggota keluarga dan kerabat untuk melakukan ngeseng, yaitu membakar jenazah dari orang yang sudah meninggal. Ngeseng sendiri dipimpin oleh pemuka agama atau pendeta. Adapun kayu yang digunakan untuk membakar yaitu diutamakan kayu cendana (utama), kayu gaharu (mandya), dan kayu abu aba (nistha). Pada proses membakar, dilarang untuk menusuk, ememukul, atau memotong jenazah. Oleh karena itu, agar jenazah itu berjalan dengan baik dan lancar, patutlah menyediakan kayu api yang cukup. Hail ini dikarenakan atma jenazah tetap hidup karena itulah kita wajib membakarnya dengan susila agar Sang Hyang Atma mendapatkan kebahagiaan.

Nganyut

Nganyut adalah istilah yang digunakan di mana anggota keluarga dan kerabat dari orang yang sudah meninggal akan menghanyutkan abu jenazah ke laut atau sungai. Nganyud dilakukan dengan tujuan agar kotoran atau ketidaksucian dari jenazah bisa “hanyut” atau hilang dari dunia ini, dan pergi ke alam lain.

Pada proses nganyut disini, jempana diangkat lalu dipikul, sekarang ke kanan 3 kali (mapurwa daksina). Sesudahnya berjalan sampai di pura Dalem, disembahyangkan kepada Dewi Durga. Kalau sampai disimpang 4 lagi mapurwa daksina 3 kali. Maksudnya agar sampai diakhirat dengan selamat dan bahagia.

Harus diingat, yang berjalan dahulu orang junjung sajen nganyut adalah Suci, Peras, Daksina, dan Canang Sari. Setelah sampai di tepi sungai, sajen dihanturkan dengan dupa dan tirta. Pakebahan dan perhiasan lain yang tidak akan dihanyutkan, diambil. Lalu dihanyutkan tulang itu dengan hidmat.

Ngalemekin

Upacara dan upakara setelah 3 hari. Adapun hal yang perlu dilakukan adalah :

Parayascita durmanggala untuk di Tunon dan di graha (rumah), agar kembali bersih suci kembali sebagai dahulu

Mengatur jauman kepada Pendeta dan kepada tukang-tukang. Haturan ini menyatakan bahwa upacara Pelebon telah selesai dengan selamat dan diiringi dengan mengaturkan suksma kehadapan beliau dan lainnya.

Mamukur (Mangoras)

Upacara ngeroras merupakan rangkaian terakhir dari upacara ngaben. Upacara ini dilakukan 12 hari setelah proses upacara pembakaran jenazah. Upacara ini suatu keharusan bagi umat Hindu untuk dilaksanakan, guna mencapai kesucian roh seseorang hingga mencapai tingkat suci yang memungkinkan reinkarnasi sesuai dengan karmanya. Dalam upacara mamukur, rangkaian acara melibatkan beberapa tahap :

Purwa Daksina: Umat Hindu melaksanakan persembahyangan dan berjalan beriringan sebanyak 3 kali mengelilingi upakara banten mamukur.

Ngeseng Puṣpalingga: Keesokan paginya, umat Hindu melanjutkan membakar puṣpaśarīra (wujud roh) di atas dulang dari tanah liat atau dulang perak. Upacara ini dilakukan pada dini hari

Nganyut Sekah ke Segara: Setelah selesai, arang/abu dari puṣpaśarīra dimasukkan ke dalam kelungah (kelapa gading), dibungkus kain putih, dihiasi dengan bunga harum, dan Puspalingga yang telah diupacarai dibawa ke pantai dan dibuang ke laut oleh sanak saudara.

Nyegara Gunung: Upacara Nyegara Gunung dilakukan di Pura Goa Lawah Klungkung untuk memanggil kembali roh yang telah dianyud/dibuang ke laut.

Meajar-ajar: Upacara ini dilakukan bertujuan mengiringi para roh suci dalam perjalanan tirtha yatra untuk mendapatkan restu serta diakui sebagai roh yang sudah disucikan.

Testimoni

Apa yang mereka katakan tentang Kami

Situs WIKIPELEBON benar-benar membantu saya memahami lebih dalam tentang upacara Ngaben di Bali. Informasinya sangat lengkap, mulai dari asal-usul hingga tata cara yang berbeda di setiap daerahnya. Saya sangat menghargai upaya mereka dalam melestarikan warisan budaya yang begitu berharga ini.

Budi Dharma

Ceo & Founder

Saya seorang wisatawan yang ingin memahami lebih dalam tentang budaya Bali ketika saya berkunjung ke sana. WIKIPELEBON memberikan panduan yang sangat berguna tentang upacara Ngaben, dan hal itu telah menambah makna perjalanan saya di Bali.

Sara Wilsson

Wisatawan

Situs ini adalah sumber pengetahuan yang luar biasa tentang Ngaben di Bali. Saya suka bagaimana mereka merinci segala sesuatu, mulai dari sejarah hingga detail-detail kecil dalam upacara ini. Sangat direkomendasikan bagi siapa saja yang ingin memahami lebih dalam tentang tradisi budaya Bali.

Krisna

Pemilik Oleh-oleh khas Bali

Saya tinggal di luar Bali dan selalu tertarik dengan budaya Bali. WIKIPELEBON memberikan wawasan yang sangat berharga tentang upacara Ngaben. Saya merasa lebih dekat dengan budaya Bali berkat situs ini

Robert Abertus

Freelancer

Situs WIKIPELEBON adalah panduan lengkap untuk siapa saja yang ingin memahami upacara Ngaben di Bali. Saya merasa lebih terhubung dengan budaya Bali setelah menjelajahi situs ini. Terima kasih atas upaya Anda dalam membagikan pengetahuan tentang warisan budaya yang luar biasa ini.

Ayu Saraswati

Entrepreneur

Tim

Kenali tim kami

Kartika Noviyanti

Web Design & Web Development

Agus Arya Wiguna

Web Development

Andien Rachma

Project Management

Duta Widya

Marketing

Danny Satria

Data

Penanggalan

Penanggalan Kalender Bali

Kontak

Kontak Kami

Lokasi :

Jl. Raya Kampus Unud, Jimbaran, Kec. Kuta Sel., Kabupaten Badung, Bali 80361

Jam Operasional :

Senin-Sabtu:
11:00 AM - 23:00 PM

Telepon :

+6281339742112