Ngaben Bali Aga - Mendoyo, Jembrana
Aktivitas upacara keagamaan umat Hindu di Desa Mendoyo Dauh Tukad Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana adalah upacara Ngelungah yang termasuk salah satu upacara Pitra Yadnya. Dalam pemahaman umum umat Hindu di Desa Mendoyo Dauh Tukad upacara Ngelungah merupakan upacara dalam rangka penghormatan kepada bayi/anak yang meninggal dunia sebelum Ketus Gigi. Keberadaan upacara Ngelungah tersebut sampai saat ini masih diyakini dan dilaksanakan secara turun temurun dan unik oleh masyarakat Hindu di Desa Pakraman Desa Mendoyo Dauh Tukad Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana hanya dipahami oleh para sulinggih dan sesepuh desa, makna yang ada belum dipahami secara utuh oleh masyarakat, serta nilai Agama Hindu yang terkandung didalam pelaksanaannya. Pitra yajna khususnya upacara Ngelungah merupakan upacara yang dilaksanakan sejak bayi meninggal dunia sampai dengan atma wedana (Maligia) dilakukan manakala bayi/rare, anak menginjak usia 0-3 tahun. Apabila bayi meninggal dari baru lahir dan sebelum ketus gigi jika tidak dibuatkan upacara Ngelugah maka orang tersebut tidak dapat bertemu dengan orang tuanya setelah meninggal, dan tidak dapat diterima di alam niskala atau dunia lain serta roh orang tersebut akan gentayangan, menderita di alam niskala. Upacara Ngelungah ini sangat menarik dan unik,serta penting dilakukannya pengkajian Upacara Ngelungah di Desa.
Proses pelaksanaan upacara Ngaben Ngelungah di Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana memiliki rangkaian atau dudonan: waktu pelaksanaannya jenis dan bentuk upacara (banten), bentuk mantra dan doa yang digunakan, prosesi pelaksanaan upacaranya. Melaksanakan upacara Ngelungah didasari oleh keinginan untuk membersihkan dan menyucikan rare dari keletehan sehingga sehingga cepat kembali ke unsur Panca Maha Butha dan kelak tidak menjadi butha cuil.Mengenai waktu pelaksanaannya tergantung dari masing-masing keluarga tetapi untuk tahun ini upacara ngelungah dijadikan satu dengan ngaben massal yang dikoordonir oleh bendesa adat Desa Pakraman Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.Terkait dengan waktu pelaksanaan umumnya di Desa Pakraman Mendoyo Dauh Tukad berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh Agama Hindu dan adat Yaitu; Ida Pedanda Sunya dan I Gusti Kade Sunarta ( Bendesa Adat Mendoyo Dauh Tukad) (wawancara 9 Agustus 2020) diperoleh hasil bahwa pelaksanaannya tidak berdasarkan sapta wara, panca wara atau purnama tilem, hanya berdasarkan tri wara yaitu menghindari pasah. Pada pasah tidak dibenarkan melaksanakan Upacara Ngelungah. Upacara tersebut biasanya dilaksanakan oleh masing-masing keluarga mulai dari pukul 5.00 dini hari sampai waktu sore hari antara jam 17.00 sore sampai jam 18.00 malam, dengan menggunakan pakian adat madya, upacara Ngelungah setelah waktu menunjukkan jam 18.00 wita maka keluarga akan menghentikan menyelesaikan pelaksanaan upacara Ngelungah hal dikarenakan waktu sudah menunjukkan sandi kala yang dipercayai oleh masyarakat Desa Mendoyo Dauh Tukad merupakan waktu para Bhuta Kala dan mahluk-mahluk halus lainnya keluar, maka dimungkinkan akan terjadi gangguan dari bhutakala. Sarana dibuat oleh keluarga dan warga masyarakat yang dipimpin olen seorang tapeni banten/ Serati Banten bersama wiku tapini. Upakara di halaman rumah: Caru, upakara di kuburan, pura Prajapati, upakara Ayaban sawa Prosesi Upacara Ngelungah diawali dengan Upacara matur piuning di marajan ke pada leluhur danIda Bhatara sesuhunan bahwa pretisentana akan melaksanakan upacara Ngelungah. matur piuning atau mapekeling di pura Prajapati dengan banten pejati lengkap asoroh, segehan abang atanding, dan upakara Pengendag Bangbang yaitu: pejati asoroh dan segehan sasahan sie/sembilan tanding. Pengawak penyeneng. Bubuh pirata, bunga tunjung putih kuning yang dipimpin oleh pinandita, melaksanakan upacara Ngutpeti “Petra” pada gegumuk, dan mengadakan stiti terhadap Petra sebagai bagian stananya adalah pengawak penyeneng. Kemudian memercikkan tirta panglukatan pada bungkak nyuh gading yang difungsikan tempat tanah gegumuk dan pengawak penyeneng, lanjut dengan memercikkan tirta pengentas pada bungkak nyuh gading dan pengawak penyeneng dan sisanya disiramkan di gegumuk. Sesudah itu dipercikkan tirta dari pura prajapati, tirta pura desa, tirta pura puseh, dan terakhir tirta pura Dalem. Selanjutnya berangkat ke segara (laut) untuk melaksanakan upacara penganyutan. Sesudah selesai upacara di segara kemudian balik ke rumah di tempat upacara ngelungah diadakan, Prosesi akhir dari pelaksanaan upacara Ngelungah tidak disertakan dengan upacara ngerorasin cukup dengan cara ngaturang pejati di Palinggih Kemulan. Selanjutnya sesampainya di rumah semua keluarga dan warga Desa Pakraman Sulahan yang mengikuti upacara Ngelungah melaksanakan pembersihan diri dengan prayascita. Selama rangkaian upacara ini berlangsung ada memakai tidak memakai pedanda (sulinggih), dan tidak memakai pedanda (sulinggih) inilah keunikan dari upacara Upacara Ngelungah di Desa Mendoyo DauhTukad, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Terkait dengan upacara ngelungah memiliki beberapa fungsi adalah : Fungsi Religi yang terdapat dalam upacara Ngelungah sebagai suatu keyakinan (Sradha), bahwa dengan mengadakan upacara Ngelungah diyakini bahwa atman dari Rare tersebut akan terlepas dari segala dosa karena rare belum sempat berbuat karma yang jelek, hal ini tentu yang berdampak pada keselamatan dan keberhasilan dalam keluarga yang diwujudkan dengan upakara/banten. Upakara atau banten diyakini memiliki kekuatan untuk mebebaskan atman dari berbagai bentuk dosa dengan upacara ngelungah diyakini atman rare telah mencapai Sorga, Fungsi Kebersamaan terlihat antar keluarga dapat dilihat pada saat pembuatan banten atau sarana upacara, dan sembahyang antar keluarga dari satu keluarga pada sanggah keluarga lainnya. Dengan terjalinnya hubungan yang baik di antara ketiga hal ini maka akan menciptakan keseimbangan satu sama lain dan manusia akan memperoleh kesejatraan hidup. Fungsi Estetika terlihat pada para sarati Banten (tukang banten) yang ngayah membuat dan menyusun banten mempersembahkan seni tersebut sebagai wujud bhaktinya pada Ida Hyang Widhi/Tuhan. Nilai Pendidikan Tattwa/ Keyakinan atau Kepercayaan masyarakat berkenaan dengan unsur tattwa ini, maka upacara Ngelungah banyak tergantung pada nilai tattwa yang terdapat dalam bentuk upakara-upakara khususnya pada bentuk Banten dan Yadnya yang dipersembahkan secara tulus ikhlas kehadapan Tuhan. Nilai Pendidikan Susila yang terkandung dalam upacara Ngelungah adalah menekankan pada hubungan harmonis antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam serta hubungan manusia dengan Tuhan. Nilai Pendidikan Upacara atau ritual ini merupakan implementasi dari rasa bhakti umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkan rasa bhakti umat Hindu tidak hanya mewujudkan dalam bentuk upacara tetapi juga dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang mengandung nilai-nilai luhur yang berguna bagi orang lain misalnya: medana punia/ bersedekah membangun tempat-tempat suci melakukan ajaran-ajaran dharma dan lain sebagainya.
Pelaksanaan tradisi ini tidak berdasarkan sapta wara, panca wara atau purnama tilem, hanya berdasarkan tri wara yaitu menghindari pasah. Pada pasah tidak dibenarkan melaksanakan Upacara Ngelungah.