Ngaben Bali Aga - Desa Abianbase, Ginyar
Keberadaan keturunan Panyuwungan di Bali di mulai dari Pandhya Bangyang merupakan pelarian dari jawa, beliau juga memiliki nama Ki Bang Bali Bangsul, yang kemudian melalui keturunannya yaitu Pande Sakti dan Pande Bagus melanjutkan keturunan hingga berpindah dari Klungkung sampai ke daerah Abianbase Gianyar. Mengenai asal muasal atau tahun keberadaan soroh Pandhya Bang di Bali jika di telusuri melalui sejarah, maka keberadaannya telah ada sejak kerajaan Bali Kuna. Kedatangan Pandhya Bang ke Bali pada sekitaran masa itu yaitu pasca tahun 1126 saka. Pada saat itu yang menjadi raja adalah Bhatara Guru Sri Adikuntiketana (Harsananda, 2017: 68).
Melihat dari sisi Prasasti serta membandingkannya secara langsung dengan sejarah desa Abianbase, maka dapat dikaitkan bahwa keberadaan masyarakat Pandhya Bangmerupkan penduduk awal di wilayah desa Abianbase dikarenakan pendudukan secara administratif di wilayah Abianbase dimulai ketika runtuhnya masa kejayaan Dalem Dimade pada tahun 1686-1687M, sedangkan perpindahan masyarakat turunan Pandhya Bang berlangsung pada masa Sri Aji Kresna Kepakisan yang berlangsung diantara tahun 1352 – 1380 M, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan warga Pandhya Bang di desa Abianbase telah ada 300-350 tahun lebih awal dibanding kedatangan Gusti Kubon Tubuh yang membangun pemerintahan di daerah Abianbase, sehingga wajar jika penduduk sekitar Abianbase kini mengenal warga Panyuwung ini sebagai warga Bali Mula atau Bali aga.
Dukuh Suprapta (dalam wawancara pada tanggal 17 Februari 2019) juga menjelaskan bahwa sesuai dengan sejarah Desa Abianbase yang termuat dalam profil desa, yaitu ketika Gusti Kebon Tubuh kearah barat daya Guliang, dan tiba pada suatu dataran terhampar dengan tumbuh – tumbuhan yang banyak terdapat base (sirih), warga Panyuwungan meyakini bahwa leluhur merekalah yang menanam sirih di kawasan Desa Abianbase yang pada kemudian hari wilayah yang penuh dengan hamparan tumbuhan sirih ini didatangi oleh Gusti Kubon Tubuh.
Proses pelaksanaan upacara Ngaben warga Panyuwungan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu prosesi praupacara Ngaben, prosesi upacara Ngaben, serta prosesi pasca upacara Ngaben.
1. Pra Upacara
Terdiri dari menentukan hari baik untuk melaksanakan upacara pengabenan, persiapan sarana prasarana dan prosesi pabersihan atau nyiramang layon di rumah duka.
2. Pelaksanaan Upacara Pengabenan
Terdiri dari Upacara Ngaskara, Upacara Ngupadesa, Prosesi Pengutangan, Prosesi pengiriman.
3. Prosesi Pasca Upacara Ngaben
Melakukan upacara pecaruan, melukat dan meprayascita untuk seluruh anggota keluarga, serta melakukan prosesi metungapan.
Fungsi dari melakukan suatu kegiatan tentunya memiliki fungsi dan tujuan tertentu yang ingin dicapai, demikian pula dalam melaksanakan suatu kegiatan keagamaan. Upacara Ngaben yang merupakan bagian dari upacara PancaYajña tentu memiliki beberapa fungsi sehingga upacara tersebut wajib dilaksanakan. Pelaksanaan upacara ngaben tidak terlepas dari simbol-simbol, interaksi, serta makna dibaliknya, sehingga teori interaksionisme simbolik akan digunakan untuk membahas fungsi dan makna dari pelaksanaan upacara Ngaben warga Panyuwungan.
Upacara Ngaben memiliki peran ganda dalam keselamatan. Pertama, upacara tersebut bertujuan untuk keselamatan akhirat, yaitu untuk memastikan bahwa roh yang meninggal mencapai Brahman dengan selamat. Semakin cepat upacara Pengabenan dilaksanakan, semakin cepat atman (roh) dan unsur-unsur tubuh kembali ke asalnya. Kedua, upacara tersebut juga bertujuan untuk keselamatan di dunia, baik bagi roh yang meninggal maupun keluarga yang ditinggalkan. Upacara meperas dan mepegat memberikan bekal terakhir bagi sang pitra kepada anak cucu dan membantu keluarga mengikhlaskan kepergian sang pitra untuk kelancaran perjalanan roh yang telah meninggal.