sebuah situs website yang tujuannya adalah untuk membantu masyarakat di Indonesia untuk memahami lebih jauh tentang upacara Ngaben yang ada di Provinsi Bali. Situs ini menyediakan informasi yang komprehensif mulai dari :
Manfaat Wikipelebon
Biarkan wikipelebon menjadi media untuk mengedukasi upacara Ngaben di era digitalisasiMemberikan informasi lengkap tentang Upacara Ngaben, meliputi asal usulnya, kegiatan selama upacara, serta perbedaan tradisi dan adat istiadat di setiap daerah di Bali
Informasi di Wikipelebon disajikan secara jelas dan ringkas sehingga mudah dipahami oleh siapapun. Hal ini sangat berguna bagi mereka yang belum mengenal budaya dan tradisi Bali
Wikipelebon merupakan sumber informasi terpercaya tentang upacara Ngaben di Bali. Didedikasikan untuk menyediakan informasi yang akurat dan terkini, dan diperbarui secara berkala
Sejarah Upacara Ngaben
Ngaben, juga dikenal sebagai Pitra Yadyna, Pelebon, atau upacara kremasi, adalah ritual pemakaman Hindu di Bali, Indonesia. Hal ini dilakukan untuk melepaskan jiwa orang yang telah meninggal sehingga dapat memasuki alam atas, di mana ia dapat menunggu untuk dilahirkan kembali atau terbebas dari siklus kelahiran kembali. Upacara ini merupakan acara budaya penting di Bali, dan dirayakan dengan meriah oleh masyarakat Bali sebagai penyelesaian tugas mereka, dengan keyakinan bahwa air mata kesedihan dapat menghalangi roh untuk mencapai kehidupan selanjutnya. Ritual tersebut melibatkan seekor lembu kayu yang memegang jenazah dan akhirnya dibakar, dan setelah menyelesaikan ritual, lembu kayu tersebut dibakar, mengirim orang yang meninggal ke kehidupan "berikutnya" mereka. Prosesi Ngaben seringkali penuh warna dan riuh, dan hari upacara kremasi dipilih oleh seorang pendeta sesuai dengan kalender Bali. . Ngaben adalah elemen penting dalam siklus hidup masyarakat Bali, dan sering kali merupakan acara kelompok, dengan kremasi massal yang lebih besar membantu anggotanya berbagi biaya dan memastikan bahwa semua orang yang meninggal dalam satu komunitas dapat menjalani ritual yang tepatPenjelasan Ngaben
Terdapat beberapa pendapat mengenai arti kata Ngaben. Ada yang mengatakan bahwa Ngaben berasal dari kata beya yang artinya bekal. Lalu, ada yang meyakini bahwa kata ngaben berasal dari kata ngabu atau menjadi abu. Selain itu, ada yang mengatakan bahwa ngaben artinya penyucian dengan menggunakan api. Upacara Ngaben merupakan upacara yang dilakukan untuk mengembalikan roh leluhur ke asalnya atau pengembalian unsur Panca Maha Bhuta kepada Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Dalam ajaran agama Hindu, jasad manusia terdiri dari badan halus (roh atau atma) dan badan kasar (fisik). Jika seseorang meninggal, yang mati hanya badan kasarnya, sedangkan rohnya tidak sehingga untuk memisahkan roh dengan badan kasarnya dan menyucikan roh tersebut perlu dilakukan upacara Ngaben. Bagi masyarakat Bali, Ngaben merupakan peristiwa yang sangat penting karena dengan upacara ini keluarga yang ditinggalkan dapat membebaskan roh orang yang telah meninggal dari ikatan-ikatan duniawi menuju surga dan menunggu reinkarnasi.Tujuan Ngaben
Tujuan upacara ngaben adalah menyucikan roh umat Hindu yang sudah meninggal dunia dan mempercepat kembalinya jasad ke alam asalnya. Dalam kitab suci Veda Samhita atau isi dari Yajurveda, tersurat bahwa setiap orang Hindu yang meninggal dunia wajib dijadikan lagi sebagai abu agar atma bisa mencapai moksa/surga. Upacara Ngaben juga bertujuan untuk mengembalikan unsur-unsur pembentuk badan kasar manusia yang disebut Panca Maha Bhuta ke asalnya. Selain itu, upacara Ngaben merupakan bentuk rasa ikhlas dari keluarga yang ditinggalkan oleh seseorang.Nista, Madya, Utama
Banten: kecil/sederhana, tidak menggunakan bebangkit
Pemuput karya: pemangku atau siwa (brahmana yang belum di-dwijati)
Lama pelaksanaan: maksimal dua minggu sejak kematian
Uparengga: lelangen, joli, atau penegenan sawa.
Banten: menengah, menggunakan maksimal tiga bebangkit
Pemuput karya: peranda
Lama pelaksanaan: maksimal tiga minggu sejak kematian
Uparengga: pamereman berupa wadah atau padma, dan sejenisnya.
Banten: besar, menggunakan bebangkit lebih dari tiga soroh
Pemuput karya: peranda
Lama pelaksanaan: maksimal satu tahun sejak kematian
Uparengga: - pamereman berupa wadah, padma, atau bade dan sejenisnya- menggunakan lembu, ogoh-ogoh, dan sejenisnya.
Setelah jenazah jadi abu, keluarga mendoakan sang almarhum dengan ritual khusus. Tulang-tulang sisa disimpan dalam periuk tanah liat setelah diberi pakaian dan persembahan. Kemudian, tulang-tulang itu dikubur setelah penyiraman air suci. Proses selesai setelah keluarga melakukan upacara persembahan. Di Panyuwungan, tidak ada ritual khusus seperti menganyud tulang ke pantai atau penyembahan tertentu setelahnya.
Omnis blanditiis saepe eos autem qui sunt debitis porro quia.
Selama perjalanan dari lokasi upacara ke Setra tidak menggunakan Bade. Melainkan hanya menggunakan sok sebagai wadah. Bahkan, prosesinya tidak ada yang dibakar. Semua upacara kematian di Sidatapa tanpa adanya kremasi atau pembakaran.
Adat istiadat Masyarakat dalam Upacara Ngaben
Mayarakat Bali Aga
Upacara Ngaben dimulai dengan Ngaskara, yang mengubah status atma dari preta menjadi pitra. Di Panyuwungan, Ngaskara dilakukan di Pura Panti sesuai petunjuk dari Prasasti. Ada serangkaian langkah seperti penglukatan untuk pitra yang memiliki kecacatan fisik, persembahan ayam dan bebek, serta pemujaan pada tempat suci, diikuti dengan persembahyangan.
Di rumah duka, Upacara Ngupadesa menggunakan kajang ceraken dan air suci dari Pura PantiPanyuwungan. Mereka meletakkan ceraken di bawah sawah, menyiramnya dengan air suci, lalu memberikan persembahan. Ini adalah persiapan spiritual bagi almarhum untuk perjalanan setelah kehidupan, di mana dia harus tenang hingga fajar.
Di Panyuwungan, ngaben memiliki langkah khusus. Setelah ritual melaspas, jenazah disiapkan di rumah duka. Mereka membawa air suci dan api ke bade sambil ditemani musik dan keluarga. Saat tiba di Desa Abianbase, jenazah disemprot air suci dan kemudian dibakar. Bantenpengiriman dari Pura Panti juga diarak ke sana untuk ritual puja.
Setelah jenazah jadi abu, keluarga mendoakan sang almarhum dengan ritual khusus. Tulang-tulang sisa disimpan dalam periuk tanah liat setelah diberi pakaian dan persembahan. Kemudian, tulang-tulang itu dikubur setelah penyiraman air suci. Proses selesai setelah keluarga melakukan upacara persembahan. Di Panyuwungan, tidak ada ritual khusus seperti menganyud tulang ke pantai atau penyembahan tertentu setelahnya.
Mayarakat Bali Majapahit
Ngulapin merupakan langkah awal dalam tata cara Upacara Ngaben, di mana seseorang memanggil Sang Atma atau roh dari jenazah yang sudah meninggal. Ngulapin bisa dilakukan di berbagai macam lokasi sesuai dengan kebutuhan, dan memiliki prosedur berbeda sesuai dengan tradisi dan kepercayaan keluarga.
Upacara Ngulapin lebih sering dilakukan ketika ada seseorang yang mengalami musibah atau kecelakaan. Dalam mengikuti tradisi Ngulapin saat Ngaben, masyarakat mempersiapkan benda-benda dan lokasi yang akan digunakan oleh roh-roh yang telah meninggalkan, dengan memahami konsep spiritual dan memahami ajaran bagi keluarga dan masyarakat
Selanjutnya, jenazah akan dimandikan disertai dengan berbagai simbolisme seperti bunga melati di rongga hidung, pecahan kaca di atas alis dan sebagainya. Proses ini dinamakan sebagai nyiramin atau ngemandusin dan bertujuan agar reinkarnasi dari jenazah bisa lahir dengan kondisi tubuh baik tanpa adanya kecacatan. Dilanjutkan dengan diberkan tirta pebersihan, penglukatan, sanggah kemulan dan pura Dalem. Setelah itu digulung dengan kain putih,tikar klasa, dan diikat dengan tali rotan dengna kuat. Diatasnya ditaruh daun telujungan kain putih secukupnya dan leluhur untuk tatindih.
Setelah jenazah dipindahkan ke balai, diletakkan ke atas "Tumpang Salu" diikat dengan tali ketekung. Sajen upakatra yang terletak di sebelah jenazah :
1. tatukon
2. pangrekaan
3. suci
4. ganjaran 2 dan sangsangan 2
Ngajum (Memuji) dalam kaitan ngaben adalah menghias atma orang yang akan diaben, Panjang kajang 1,5 hingga 2 meter, ditulis dengan aksara bali (mudre). Aksara kajang terdiri dari sodasaksama yaitu gabungan ongkara, dwiaksara, triaksana, dan dasaaksara.
Sedangkan kajang adalah menyelimuti orang yang meninggal, oleh karena itu aksara mudre dalam kajang memiliki kaitan erat dengan tattwatatw agama, khususnya ajaran kednyatmikan seperti tutur kelepasan dan ajaran.
Keluarga dan kerabat dari orang yang meninggal ini nantinya akan menekan kertas atau kajang ini sebanyak 3 kali, menunjukan bahwa mereka siap melepas kepergian jenazah. Ngajum kajang dikakukan ketika sehari sebelum pembakaran mayat
Ngaskara memiliki arti sebagai “penyucian roh”. Maksudnya, roh dari orang yang sudah meninggal ini akan disucikan sesuai dengan kepercayaan dari masing-masing penyelenggara Upacara Ngaben. Ngaskara dilakukan agar nantinya roh atau Atma bisa kembali kepada Yang Maha Esa dan suatu saat bisa dipertemukan lagi dengan keluarga dan kerabatnya.
Pada tahap Ngaskara ini, setelah sajen upakara dipersiapkan dan ditempatkan dengan rapi, sang yajamana memberikan izin kepada Pendeta untuk memulai upacara pemujaan. Setelah pemujaan selesai, keluarga menyembah pertama kepada Siwa Adhitya, kedua kepada Dewa Prajapati, dan ketiga kepada jenazah (Sang Hyang Atma). Setelah upacara samskara selesai, mereka bersiap untuk berangkat ke Tunon.
Prosedur mameras hanya akan dilaksanakan jika orang yang meninggal sudah memiliki cucu. Mameras sendiri berasal dari kata “peras” yang dalam kepercayaan sana dapat diartikan sebagai “sukses”, “berhasil”, atau “selesai”. Cucu dari orang yang meninggal diharapkan bisa menuntun orang ini ke jalan yang benar.
Papegatan memiliki kata dasar pegat, yang artinya “putus”. Dalam prosedur papegatan, tandanya keluarga dan kerabat sudah mengikhlaskan kepergian dari orang yang meninggal ini. Papegatan biasanya disertai dengan sarana sesaji sebagai katalisnya, dan bertujuan agar keluarga dan kerabat tidak menghalangi roh untuk kembali ke Yang Maha Esa karena ketidak ikhlasan mereka dalam melepas jenazah.
Pelaksanaan upacara papegatan dilakukan dengan menyusun sebuah sesaji atau banten di atas sebuah lesung. Kemudian akan diletakkan 2 cabang pohon dadap dan diantara kedua cabang pohon dadap tersebut akan dibentangkan tali putih. Pihak keluarga maupun kerabat nantinya akan menerobos tali tersebut sampai putus.
Setelah Papegatan, proses selanjutnya bernama Pakiriman Ngutang, yaitu pengiriman jenazah ke makam. Prosedur ini akan dilakukan dengan cukup meriah, di mana jenazah akan dibawa di dalam keranda dan diiringi musik gamelan khas Bali. Keranda juga akan diputar-putar sebanyak 3 kali di sejumlah lokasi sebagai simbol perpisahan. Lokasi pemutaran di pertigaan atau perempatan desa (bermakna sebagai perpisahan dengan lingkungan masyarakat), di depan rumah (bermakna sebagai perpisahan dengan keluarga), dan juga di depan kuburan (bermakna sebagai perpisahan dengan dunia).
Setelah sampai di Kuburan, anak dan cucunya yang wanita sebelum jenazah diletakkan di petulangan wajib memberishkan patulangan itu dengan ujung rambut, tana bakti kepada Kawitan. Sesudahnya, jenazah itu lalu dinaikkan dengan berhati hati dan hidmat di pembasmian. Dilanjutkan dengan membuka bungkus jenazah (tertinggal pakaian Putih). Monmon yang ada pada mulut dikeluarkan (diambil). Jenazah diberikan beberapa tirta dan jenazah ditutup dengan kajang, gagutuk, panehes, ponjen dan angenan.
Setelah seluruh prosedur di atas dilakukan, tiba saatnya bagi anggota keluarga dan kerabat untuk melakukan ngeseng, yaitu membakar jenazah dari orang yang sudah meninggal. Ngeseng sendiri dipimpin oleh pemuka agama atau pendeta. Adapun kayu yang digunakan untuk membakar yaitu diutamakan kayu cendana (utama), kayu gaharu (mandya), dan kayu abu aba (nistha). Pada proses membakar, dilarang untuk menusuk, ememukul, atau memotong jenazah. Oleh karena itu, agar jenazah itu berjalan dengan baik dan lancar, patutlah menyediakan kayu api yang cukup. Hail ini dikarenakan atma jenazah tetap hidup karena itulah kita wajib membakarnya dengan susila agar Sang Hyang Atma mendapatkan kebahagiaan.
Nganyut adalah istilah yang digunakan di mana anggota keluarga dan kerabat dari orang yang sudah meninggal akan menghanyutkan abu jenazah ke laut atau sungai. Nganyud dilakukan dengan tujuan agar kotoran atau ketidaksucian dari jenazah bisa “hanyut” atau hilang dari dunia ini, dan pergi ke alam lain.
Pada proses nganyut disini, jempana diangkat lalu dipikul, sekarang ke kanan 3 kali (mapurwa daksina). Sesudahnya berjalan sampai di pura Dalem, disembahyangkan kepada Dewi Durga. Kalau sampai disimpang 4 lagi mapurwa daksina 3 kali. Maksudnya agar sampai diakhirat dengan selamat dan bahagia.
Harus diingat, yang berjalan dahulu orang junjung sajen nganyut adalah Suci, Peras, Daksina, dan Canang Sari. Setelah sampai di tepi sungai, sajen dihanturkan dengan dupa dan tirta. Pakebahan dan perhiasan lain yang tidak akan dihanyutkan, diambil. Lalu dihanyutkan tulang itu dengan hidmat.
Upacara dan upakara setelah 3 hari. Adapun hal yang perlu dilakukan adalah :
Parayascita durmanggala untuk di Tunon dan di graha (rumah), agar kembali bersih suci kembali sebagai dahulu
Mengatur jauman kepada Pendeta dan kepada tukang-tukang. Haturan ini menyatakan bahwa upacara Pelebon telah selesai dengan selamat dan diiringi dengan mengaturkan suksma kehadapan beliau dan lainnya.
Upacara ngeroras merupakan rangkaian terakhir dari upacara ngaben. Upacara ini dilakukan 12 hari setelah proses upacara pembakaran jenazah. Upacara ini suatu keharusan bagi umat Hindu untuk dilaksanakan, guna mencapai kesucian roh seseorang hingga mencapai tingkat suci yang memungkinkan reinkarnasi sesuai dengan karmanya. Dalam upacara mamukur, rangkaian acara melibatkan beberapa tahap :
Purwa Daksina: Umat Hindu melaksanakan persembahyangan dan berjalan beriringan sebanyak 3 kali mengelilingi upakara banten mamukur.
Ngeseng Puṣpalingga: Keesokan paginya, umat Hindu melanjutkan membakar puṣpaśarīra (wujud roh) di atas dulang dari tanah liat atau dulang perak. Upacara ini dilakukan pada dini hari
Nganyut Sekah ke Segara: Setelah selesai, arang/abu dari puṣpaśarīra dimasukkan ke dalam kelungah (kelapa gading), dibungkus kain putih, dihiasi dengan bunga harum, dan Puspalingga yang telah diupacarai dibawa ke pantai dan dibuang ke laut oleh sanak saudara.
Nyegara Gunung: Upacara Nyegara Gunung dilakukan di Pura Goa Lawah Klungkung untuk memanggil kembali roh yang telah dianyud/dibuang ke laut.
Meajar-ajar: Upacara ini dilakukan bertujuan mengiringi para roh suci dalam perjalanan tirtha yatra untuk mendapatkan restu serta diakui sebagai roh yang sudah disucikan.
Apa yang mereka katakan tentang Kami
Momen-momen menarik Upacara Ngaben di Bali
Kenali tim kami
Penanggalan Kalender Bali
Kontak Kami
Jl. Raya Kampus Unud, Jimbaran, Kec. Kuta Sel., Kabupaten Badung, Bali 80361
Senin-Sabtu:
11:00 AM - 23:00 PM
wikipelebon@gmail.com
+6281339742112