Ngaben Bali Aga - Trunyan, Bangli
Desa Trunyan memiliki luas wilayah sekitar 1,963 hektar. Daerah Trunyan relatif datar pada permukimannya dan dikelilingi oleh perbukitan (Gambar 3). Nama Desa Trunyan tercantum dalam prasati berangka tahun 882 (Caka 804) yang ditetapkan oleh Raja Singhamandhawa (raja Bali Kuno tertua). Desa Trunyan memiliki lima dusun dengan dihuni oleh sekitar 600 kepala keluarga. Pemakaman Desa Trunyan terletak terpisah dari permukiman penduduk namun masih berada di pinggir Danau Batur. Pencapaian ke pemakaman ini hanya dapat dilakukan dengan perahu (jukung) atau boat. Desa Trunyan memiliki cara penguburan dan kremasi (ngaben) khusus dan unik yang hanya ada satu-satunya di Bali yaitu mayat hanya diletakkan di atas tanah 'primitive sky burial' (Reuter, 2002) dan hanya dipagari oleh bambu berbentuk segitiga (ancak saji) (Gambar 4). Area pemakaman ini tidak begitu luas, secara adat hanya diijinkan 11 lajur penguburan. Jika ada kematian baru, maka mayat yang paling lama yang telah berupa tulang dan tengkorak ini dipindahkan tulang dan tengkoraknya di atas altar yang berada di sampingnya. Meskipun penguburan unik ini hanya diletakkan begitu saja di atas tanah, namun sama sekali tidak meninggal bau mayat atau bau busuk. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh sebuah pohon besar yang menjaga kestabilan udara dan menetralisir udara sekitarnya sehingga tetap menghasilkan udara yang segar. Pohon ini disebut Taru Menyan (Gambar 7) yang memiliki arti pohon yang harum, yang memberikan udara yang segar. Dalam pelaksanaan upacara kematian ini dilaksanakan oleh masyarakat adat, namun hanya para pria saja yang boleh mengantarkan jenazah ke pemakaman ini.
Tradisi masyarakat Trunyan dalam proses pemakaman memiliki dua cara, yaitu dengan cara menempatkan mayat di atas tanah di bawah udara terbuka atau yang oleh orang Bali Hindu menyebutnya dengan istilah Mepasah dan cara kedua yaitu sama dengan masyarakat Bali umumnya mayat tersebut akan dikuburkan di dalam tanah ( Dikebumikan ). Penguburan dengan cara Mepasah ini biasanya dilakukan untuk pada waktu meninggal mayat ini sudah menikah ataupun yang masih bujangan dan anak-anak yang sudah tanggal gigi sususnya. Sedangkan mayat yang dikebumikan adalah orang yang waktu meninggal tubuhnya cacat, anggota tubuh ada yang tidak lengkap, pada saat meninggal ada luka yang belum sembuh missalnya karena kena penyakit cacar, orang yang mati dengan tidak wajar (kecelakaan, di bunuh, bunuh diri, dll), dan anak-anak yang meninggal saat gigi susunya belum tanggal.Penguburan mayat di Trunyan di bagi menjadi tiga jenis tempat, yaitu; (1) Sema Wayah, (2) Sema Nguda, (3) Sema Bantas. Sema Wayah digunakan untuk pemakaman dengan Mepasah, mayat yang dikuburkan ditempatini adalah mayat yang saat kematiannya sudah menikah, cara kematian yang normal. Sema wayahini terletak di salah satu Belonganyang terletak di sebelah utara BelonganTrunyan (desa induk Trunyan). Sema Wayahmerupakan tempat yang dijadikan sebagai pusat upacara Pitra Yadnya(Ngaben)Sema Bantasdigunakan untuk jenis pemakaman dengan penguburan (inhumation), mayat yang di kuburkan ditempat ini adalah orang yang waktu meninggalnya baik itu sudah menikah ataupun belum, baik anak-anak ataupun orang tua yang caranya meninggalnya tidak wajar dan saat meninggal tubuhnya cacat. Sema Ngudadipergunakan untuk dua jenis pemakaman, baik Mepasahmaupun Penguburan.Sema Ngudaadalah tempat penguburan untuk mayat yang belum menikah dan anak-anak yang giginya sudah pernah mekutus(tanggal gigi).
Ritual-ritual keagamaan di Trunyan berbeda dengan penganut Hindu di Bali. Salah satu contohnya adalah ritual Nyepi. Pada hari itu masyarakat Trunyan tetap beraktivitas seperti biasa.